Jadi begitulah. RUU PORNOGRAPHY lolos di
DPR. Banyak orang bersedih.Tetapi yang lain berpesta, seakan-akan segala
kebejatan berhasildiberantas. Di rumah, anakku Ami nampak kesakitan. Ia bahkan
tak maupergi ke kampus padahal ada tentamen.
Aku terpaksa menghibur.
“Beginilah resikonya hidup dalam alam
demokrasi Ami. Yang menangadalah yang lebih banyak, meskipun belum tentu lebih
bener. Jaditabahlah hadapi kenyataan.”
Ami mengangguk. Tapi wajahnya tambah
berat.
“Sudah Ami, terima saja. Orang yang
menang adalah orang yang beranimenerima kenyataan. Kalau kamu bisa menerima
kenyataan kalah ini, kamubukan pihak yang kalah. Sedangkan orang yang menang
suara, padahalbelum tentu mereka benar, apabila tak belajar dari yang kalah,
kenapakamu dan teman-teman kamu begitu menentang RUU itu, mereka adalahorang
yang kalah. Karena mereka hanya memikirkan kemenangan, bukanmemikirkan
keselamatan negeri dan seluruh rakyatnya yang 220 juta jiwadengan panutan
budaya yang berbeda-beda.”
Kepala Ami semakin berat. Bahkan matanya
nampak berkaca-kaca. Lalu airmatanya jatuh berderai. Aku jadi cemas.
“Sudah Ami. Kalau begini caranya kamu
menerima kekalahan, sebentarlagi bukan air mata kamu saja yang jatuh tetapi
juga kepala kamu. Dankalau sampai kepala kamu biarkan jatuh, artinya kamu tidak
hidup lagidengan otak tetapi rasa semata-mata. Perasaan itu baik, memang
baik.Rasalah yeng menyelaraskan kita sehingga kita bisa membangun
harmoni.Tetapi keselarasan itu sendiri perlu laras. Kalau tidak, rasa
kamusendiri juga tidak laras.
Kamu memerlukan kepalamu untuk
mengarahkan,mengerem, meredam perasaan agar jangan berkelebihan. Karena
kehidupanini seperti gado-gado yang penuh dengan berbagai bumbu dengan rasayang
berbeda-beda. Kamu harus mencampur dengan cermat dan menakarnyaawas. Kalau
tidak hidupmu akan menjadi pedes, asin, pahit ataukemanisan. Manis itu memang
enak, tapi kalau berlebihan akan membuatmuak. Sudah cukup! Seratus butir air
mata sudah lebih dari cukup untukmeratapi kemenangan RUU Porno ini, jangan
ditambah-tambah lagi!”
Tapi
Ami justru menangis semakin pilu. Ia tersedu-sedu. Air matanyatidak lagi hanya
menetes, tetapi menyembur. Seluruh pipinya banjir.Bukan hanya
itu. Ingusnya ikut berleleran.
Aku panik. Aku menarik handuk yang
membelit di kepala dan meletakkandi tangan Ami. Dengan handuk itu Ami mengusap
air matanya. Tetapisemakin diusap, air mata itu semakin membanjir.
“Waduh, kalau begini caranya menghadapi
kekalahan kamu akan semakinkalah dan mereka yang sudah menang akan semakin
menang. Jadisebenarnya bukan kebenaran kamu di dalam menentang RUU itu yang
kalah,tetapi kamu sendiri. Kamu sendiri sekarang yang membunuh sendirikebenaran
yang kamu perjuangkan itu. Karena walau pun sekarangdinyatakan kalah,
sesungguhnya kebenaran yang kamu perjuangkan tidaksalah.
Karena tanpa ada RUU Pornography pun
sebenarnya kita sudah bisamemberantas pornography, asal saja kita mau bertindak
dan aparatpelaksana yang bertugas untuk itu rajin, tegas, desiplin dan
tidakangin-anginan atau kucing-kucingan melakukannya, karena Undang UndangHukum
Pidana, Undang-Undang Popok Pers, Undang-Undang Penyiaran sudahmemberikan kita
hak bahkan kewajiban untuk memberantas kecabulan yangditontonkan arau
diperjualbelikan di ruang publik. Jadi Ami, kamusebenarnya tidak kalah, kamu
hanya ditunda menang, tahu!”
Handuk kecil itu tak mampu lagi menahan
kucuran airdari mata Ami. Iaterpaksa memerasnya seperti mengeringkan cucian.
Aku terkejut.
“Aduh Ami, ternyata kamu tidak bisa
diajak berunding. Kemenangan itutidak harus kelihatan. Kemenangan yang
sebenarnya nampak sebagaikekalahan, sehingga orang yang sebenarnya kalah tidak
akan marah,tetapi malah gembira dan merasa bahwa sebenarnya merekalah yang
menangpadahal mereka itulah pecundangnya. Bayangkan! Bayangkan!”Ami menutup
mukanya dengan handuk. Aku rengutkan handuk itu.
“Kamu ini sedang meratapi kekalahan atau
sedang menikmati kekalahan?Ayo lihat kenyataan. Dengerin! Lihat! Bagaimana mau
memberantaskecabulan kalau memberikan definisi saja gagap. Undang-undang
iniseperti orang memberikan pisau tumpul kepada seorang anak yang
disuruhmembersihkan lemak dari daging-dagingnya. Dia tidak akan mengiris,
diaakan mencocok-cocok, lalu membanting, akhirnya dia tidak bisa mengiristetapi
mencacah dan kemudian menggigit sampai daging itu remuk, karenamemang itulah
tujuannya.
Hancur luluh jadi satu! Mono kultur!
Kalaudaging itu sudah remuk akan mudah untuk digiling sebab dia memangbukannya
mau mengiris daging tapi membuat bakso. Makanya jangandilawan sekarang nanti
dia tambah buas. Bisa-bisa kamu yang dibakso.Biarkan saja, karena pisau itu
sudah di tangannya. Baru kalau diagagal nanti, kita beritahu pisaunya yang
salah. Lagi pula lemak yangdipisahkan itu bukan mau dibuang tetapi di tempatkan
pada tempat yangsemestinya dan dibuat supaya berguna. Karena tidak semua
kolesterolitu jahat. Mengerti?”
Ami mengangguk.
“Bagus, kalau kamu mulai mengerti
sekarang, dengar. Di balik setiapkegagalan selalu ada janji. Dengan kekalahan
ini kamu akan belajar,tidak cukup suara keras, tidak cukup mata melotot, tetapi
dalamberjuang harus memakai taktik dan strategi. Mengalah juga adalahsebuah
taktik dan sebuah strategi. Jadi terimalah kekalahan inisebagai awal kemenangan
yang baru.”
Ami memandangku seperti bertanya.
“O caranya? Caranya bagaimana mengubah
kekalahan dengan kemenangan?Gampang. Ikutlah rayakan kemenangan mereka ini
dengan berteriak lebihkeras. Ganyang kecabulan! Seret wanita-wanita yang
bergoyangmempertontonkan tubuhnya lempar ke penjara. Dera mereka yang
menjualkecabulan. Masuki rumah penduduk semua, bongkar laci dan almari,bahkan
singkap sprei dan kasurnya, jangan-jangan mereka menyimpanpornography.
Tak hanya itu. Selidiki apa isi kepala
orang. Tidak hanyayang kelihatan di ruang publik, yang tersimpan dalam rumah
pribadibahkan dalam ruang pikiran pun harus diusut. Kalau ada yang
cabul,setidak-tidaknya kita anggap cabul, seret, denda milyardan danjebloskan
ke penjara. Dan kalau ternyata orangnya adalah pemimpin,apalagi pemuka,
hukumannya sepuluh kali lipat!”Ami tiba-tiba berhenti menangis.
“Jadi dengan kata lain, Ami sayang, kita
kacaukan kemenangan merekaAmi. Seperti yang mereka usulkan. Sebagai anggota
masyarakat kitaboleh ikut campur berpartisipasi memberantas kebaculan. Dan
karenabatasan cabul kebetulan kabur, spiel dan flewksibel yang kita
sebutkecabulan itu bukan saja ketelanjangan badan, juga ketelanjanganrohani.
Kalau
ada orang berbuat semena-mena hanya untuk kepentinganpribadi, golongan dan
kaumnya sendiri tanpa mempedulikan kebhinekaanseperti yang dipesankan oleh pita
di kaki Burung Garuda Lambang negaraPanca Sila, maka orang itu adalah tokoh
pornograpghy yang juga bisadiseret, didenda dan dihukum. Mari kita balikkan
arah RUU Pornographyini bukan untuk menentang kebhinekaan tetapi merayakan kebhinekaan.Jadi kita dukung RUU Pornography!”
Tiba-tiba
saja aku tertawa puas, seperti menemukan akhir yang indahdari pencarianku yang
sudah begitu panjang. Ya Tuhan aku temukan sudutterang di dalam kegelapan ini.
Kaum perempuan yangb selama ini sudahjadi korban dan bulan-bulanan mesti m
encari sendiri jalan terangnya.Dan aku dapatkan sekarang! Aku habiskan semua semburan
ketawaku.
Ajaib,
mata Ami pun berhenti meneteskan air. Mukanya mulai berseri.Lalu dia mengangkat tangan mengajakku tos. Dengan gembira
akumenyambut hangat kebangkitan anakku tepat pada peringatan 80 tahunSumpah
pemuda dan 100 tahun kebangkitan nasional.
Terimakasih Mama, bisik Ami sembari
kemudian memeluk dan menciumku.
“Terimakasih, Mama sudah membantu
melewatkan sakit perut Ami karenadatang bulan.”
0 komentar: